Kelas Menengah Muslim dan Kebangkitan Simbol Islam Indonesia

Jalanhijrah.com– Berbicara tentang kelas menengah, dalam tulisan ini dititikberatkan pada perspektif Marxian dengan melihat ukuran kelas menengah dari perspektif ekonomi. Hitungannya begini; apabila konsumsi normal kebutuhan konsumtif perut (baca: pangan), menghabiskan kurang dari 50% dari penghasilan profesional-formal bulanannya, dan sisanya untuk kebutuhan penikmatan hidup (leisure) serta cadangan hidup (saving), seseorang disebut kelas menengah.

Akan tetapi apabila penghasilan perbulannya habis untuk kebutuhan konsumtif untuk makan atau justru minus, seseorang belum bisa dikatakan sebagai kelas menengah. Artinya kelas menengah muslim adalah seorang muslim yang secara perekonomian, memiliki kapasitas lebih untuk mencukupi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

Berdasarkan pengertian di atas, apa yang membedakan kelas menengah muslim dengan kelompok muslim yang tidak termasuk menengah? Agama yang semula sakral, pengajian hadir di ruang-ruang tertentu seperti masjid, pesantren, kini mengalami perubahan ruangan sejalan dengan gaya hidup kelas menengah muslim. Kajian-kajian agama dilakukan di café, hotel, bahkan tempat-tempat yang biasa digunakan oleh kelas menengah dalam menjalani kehidupan mereka.

Tentu, kalau kita melihat perbedaan gaya hidup kelas menengah muslim ini, akan sangat berbeda dengan kelompok muslim yang tinggal di desa, di mana secara kemampuan perekonomian masih digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan pangan. Merebaknya kelas menengah muslim tersebut berdampak terhadap ruang keberagamaan yang dibagikan luas kepada publik.

Gaya hidup dengan penggunaan smartphone, ditambah dengan ekspresi ruang digital semakin terbuka, mendorong ekspresi keagamaan di ruang publik bisa dijangkau lebih luas. Artinya, ruang keberagamaan yang ditampilkan oleh kelas menengah muslim, menjadi salah satu kiblat yang diikuti oleh masyarakat secara luas.

Baca Juga  Fenomena Ramadan: Krisis Toleransi dan Sisi Gelap Politisasi Olahraga

Mengapa ini bisa terjadi? Sebab akses informasi melalui ruang digital semakin terbuka, semua orang mampu mengikuti trend keagamaan yang sedang marak diikuti oleh semua khalayak.

Bagaimana Kebangkitan Simbol Islam?

Kebangkitan kelas menengah muslim menjadi sebuah fenomena yang tidak terbantahkan dalam perkembangan masyarakat muslim di Indonesia. Kebangkitan ini menciptakan sebuah roda perekonomian baru, di mana simbol simbol agama menjadi sangat kuat untuk mempromosikan Islam.

Simbol-simbol keagamaan, berdampak positif terhadap para pelaku ekonomi untuk mempromosikan Islam dalam bentuk barang. Trend hidup halal sangat besar karena populasi masyarakat muslim di Indonesia sangat besar. Sehingga geliat masyarakat untuk membeli barang yang berlabel syariah sangat besar, dan menjadi salah satu upaya untuk melawan pasar yang selama ini dikuasai oleh Barat.

Ibadah menjadi gaya hidup dalam setiap aspek kehidupan. Dampak negatifnya adalah, produsen atau produk jasa menjadi terlalu mudah menggunakan simbol-simbol agama.

Masyarakat muslim kerapkali terjerumus pada penggunaan simbol agama. Dalam konteks yang lebih luas, tidak sedikit yang terjerumus pada label syar’i untuk merasa keberislaman yang dimiliki sangat kuat dibandingkan dengan yang lain. Berlomba-lomba paling syar’i sampai lupa untuk mementingkan substansi suatu barang.

Bagaimana Muslim Seperti Kita?

Apa yang bisa kita lakukan dalam fenomena ini? Mau tidak mau, kita terjun dalam ruang keberagamaan yang menyajikan banyak sekali perspektif keagamaan. Ruang digital menjadi otoritas keagamaan seseorang. Setiap orang bisa menjadi figur. Setiap orang bisa menjadi pendakwah yang memiliki basis followers masing-masing. Dengan demikian, sikap untuk menampilkan keagamaan yang inklusif dan terbuka bagi semua kalangan merupakan hal wajib.

Baca Juga  Benarkah Memotong Kuku Di Hari Minggu Mendatangkan Kemiskinan?

Kebangkitan simbol Islam dengan berbagai penyajian yang cukup ciamik, jangan sampai meninabobokkan generasi muslim untuk berpikir kritis terhadap fenomena-fenomena keagamaan tertentu. Jika kita memahami bahwa Islam tidak hanya sesuatu yang terlihat secara kasat mata, dengan kebangkitan perekonomian Islam yang menunjukkan label-label syar’i, maka kita tidak akan mudah terjerumus pada simbol keagamaan tersebut.

Kebangkitan simbol Islam di masa yang akan datang, terus menjadi fenomena yang berkembang pada masyarakat seiring bertambahnya masyarakat muslim di Indonesia. Namun, kita sebagai konsumen, hal yang paling penting dalam penggunaan barang dengan label halal, syar’i, ada yang lebih penting dari pemilihan produk tersebut, yakni bagaimana mendapatkan barang tersebut secara halal. Universal value yang perlu dimiliki oleh umat muslim tidak hanya berpatokan terhadap eksistensi suatu barang tertentu. Akan tetapi juga keduanya harus sejalan.

Bagi para pelaku bisnis, menghadirkan produk tidak hanya menjual label halal semata. Akan tetapi juga bagaimana makna spiritual secara substantif dari suatu barang. Memperhatikan pemberian label justru sangat penting agar pengguna merasa aman dengan barang yang akan dikonsumsi. Namun, label tersebut harus sejalan dengan makna yang terkandung dalam suatu barang. Sehingga tidak hanya bersikap eksistensi saja tanpa memperhatikan substansinya. Wallahu a’lam.

*Penulis: MuallifahPerempuan Madura yang sedang aktif di komunitas Puanmenulis. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *