Jalanhijrah.com-Ibadah haji dan umrah, kata Nabi Saw. dalam sebuah hadis, adalah penebus dosa. Sementara haji mabrur, Nabi menegaskan, tidak ada balasan untuk mereka kecuali surga. Berdasarkan sabda tersebut, predikat ‘haji mabrur’ diperebutkan. Banyak jemaah haji yang ketika pulang ke Indonesia, tingkah lakunya menjadi semakin islami. Tetapi tahukah mereka bahwa predikat tersebut bisa disematkan, salah satunya, jika mereka terlibat mengonter propaganda khilafah?
Untuk diketahui, setiap tahunnya, jutaan umat Muslim dari berbagai belahan dunia melakukan ibadah haji ke Tanah Suci. Ibadah haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim, yang mampu secara fisik dan finansial. Selain menjadi ibadah yang penuh dengan nilai-nilai spiritual, haji juga memberikan peluang bagi umat Islam untuk saling berinteraksi, berbagi pengalaman, dan memperluas pemahaman keislaman mereka.
Sayang, dalam beberapa tahun terakhir, ada fenomena yang mengkhawatirkan terkait ibadah haji. Propaganda khilafah semakin banyak menyebar dan memengaruhi para jemaah, membuat mereka terlibat dalam kegiatan yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang hak. Hal itu jelas, menciptakan ancaman nyata terhadap keamanan dan stabilitas dunia Islam di satu sisi, dan memengaruhi citra baik haji sebagai ibadah mulia di sisi lainnya.
Bagi sebagian orang, judul di atas mungkin dianggap ngadi-ngadi. Maka, bagi siapa pun yang skeptis, dua fakta ini bisa dijadikan pertimbangan. Pertama, Arab Saudi merupakan sarang Wahhabisme. Seperti sudah diuraikan pada tulisan sebelumnya, potensi jemaah untuk terjerumus doktrin Wahhabi tidak boleh disepelekan. Di kampung-kampung, ketika seseorang selesai naik haji, mereka malah kagum dengan Wahhabisme di Arab Saudi dan menceritakan kesannya.
Kedua, kesalehan jemaah ketika pulang kerap salah kaprah. Karena punya tanggung jawab moral sebagai orang yang pulang dari Tanah Suci, jemaah haji sering kali terjerembab dalam kesalehan palsu. Meski tidak bisa digeneralisasi, kasus seperti ini relatif banyak. Agar dikatakan haji mabrur, mereka jadi suka pakai jubah atau gamis. Agar dianggap haji mabrur, mereka tidak jarang berlagak paling paham Islam. Yang miris, tak sedikit juga dari mereka ingin menegakkan khilafah.
Haji Mabrur vis-à-vis Khilafah
Haji jika mabrur, maka itu tanda bahwa ibadahnya diterima dan diberkahi oleh Allah Swt. Maka, tidak ada orang naik haji yang sepulangnya dari Makkah-Madinah mereka tidak ingin haji mereka menjadi nusuk yang mabrur. Itu lumrah, bahkan harus. Kesungguhan dan ketulusan, ketakwaan dan amal saleh, etika dan perilaku yang baik, pembersihan diri dari dosa, dan pengaruh positif di masyarakat adalah sebagian karakteristik haji mabrur.
Intinya, haji mabrur adalah tujuan utama bagi setiap Muslim yang melaksanakan ibadah haji. Ia melibatkan keikhlasan, kesungguhan, takwa, dan perubahan positif dalam diri seseorang. Diharapkan bahwa setelah melaksanakan haji dengan segala keutamaannya, para jemaah mendapatkan ampunan, berkah, dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Tentu saja seluruh predikat tersebut digapai jika yang bersangkutan melakukan satu hal: semakin dekat dengan Islam.
Itulah poin pentingnya. Haji mabrur berisi moralitas yang sama dengan keinginan para pengasong khilafah, yaitu merasa lebih dekat dengan Islam. Karena kedekatan itulah, propaganda khilafah juga kerap memakan korban dari jemaah haji. Khilafah merindukan kesalehan sebagaimana haji mabrur juga menginginkan predikat saleh. Khilafah ingin tegak di tengah masyarakat sebagaimana juga jemaah haji ingin kemabrurannya dibaca masyarakat. Linear, bukan?
Di sinilah penting ditegaskan bahwa predikat haji mabrur baru didapat justru jika seseorang bergerak berlawanan dengan propaganda khilafah. Melawan propaganda khilafah adalah bukti riil bahwa haji mereka diterima. Sepulangnya ke Indonesia, jemaah haji tidak mesti tampil ke-Arab-Arab-an untuk dikata mabrur. Apalagi jika penampilannya itu dibumbui oleh pemikiran transnasional, seperti mengagumi Wahhabisme, HTI, atau kelompok pemuja khilafah lainnya.
Sebaliknya, dengan terlibat kontra-propaganda khilafah, kemabruran mereka menemukan perannya. Ciri-ciri haji mabrur itu membawa vibes positif terhadap masyarakat sekitar. Sementara propaganda khilafah malah membawa energi negatif, seperti provokasi sesama dan pertengkaran yang tiada usai. Pertanyaan utamanya ialah; bagimana caranya? Tentu saja, ada beberapa jurus agar jemaah haji tidak termakan propaganda khilafah, dan agar mereka menjadi haji mabrur.
Jurus-jurus
Untuk melawan propaganda khilafah dan menjaga integritas haji, langkah-langkah konkret perlu diambil. Pertama, memperkuat pendidikan agama dan pemahaman Islam yang sejati di antara jemaah haji. Pemerintah dan lembaga keagamaan harus menyediakan program pendidikan yang komprehensif sebelum dan selama perjalanan haji, yang mencakup aspek-aspek teologis, sejarah Islam, dan pemahaman tentang kesatuan dan toleransi umat Muslim.
Kedua, kerja sama antara pemerintah negara-negara Muslim dan Arab Saudi harus ditingkatkan dalam memerangi propaganda khilafah. Negara-negara tersebut perlu berbagi intelijen dan informasi yang relevan, serta melakukan upaya bersama untuk mengidentifikasi kegiatan yang mencederai Indonesia. Dalam hal ini, Arab Saudi sebagai tuan rumah haji memiliki peran penting dalam memastikan keamanan dan keselamatan jemaah haji, termasuk dari ancaman khilafahisasi.
Ketiga, penting juga untuk melibatkan ulama dan cendekiawan Muslim dalam memerangi propaganda khilafah. Mereka memiliki otoritas dan pengetahuan mumpuni untuk mengklarifikasi pemahaman Islam yang benar, dan menangkal penyebaran ideologi yang salah. Ulama dan cendekiawan harus secara aktif menyampaikan pesan perdamaian, toleransi, dan kerukunan antarumat beragama, serta mengekspos kedok dan manipulasi yang dilakukan para propagandis khilafah.
Pengembangan media juga bisa menjadi jurus. Media memiliki peran yang signifikan dalam membentuk opini publik dan memengaruhi persepsi masyarakat. Pemerintah dan komunitas Muslim harus bekerja sama dalam menciptakan platform media yang kuat dan terpercaya untuk menyampaikan narasi kontra-propaganda khilafah. Konten yang edukatif, informatif, dan inspiratif harus diperkuat untuk membentuk pemahaman yang benar tentang Islam.
Masih banyak jurus-jurus lainnya. Yang jelas, dalam menghadapi propaganda khilafah, penting dipahami bahwa haji adalah ibadah yang melibatkan ribuan individu dengan latar belakang, kepercayaan, dan budaya yang beragam. Karenanya, upaya melawan propaganda harus didasarkan pada pendekatan yang inklusif dan komprehensif, yang menghormati dan memahami keislaman dan umat Muslim itu sendiri. Jemaah haji tidak boleh ikut jadi khilafahers.
Haji mabrur bukan hanya tentang melaksanakan serangkaian ritus, tetapi juga tentang memperkuat iman, meningkatkan pemahaman keislaman, dan membawa perdamaian-kerukunan dalam masyarakat Muslim. Dengan melawan propaganda khilafah, kita dapat memastikan bahwa haji tetap menjadi ibadah suci seluruh umat Muslim, serta menyumbangkan perdamaian dan keharmonisan di seluruh dunia. Syaratnya satu, jemaah haji tidak jadi propagandis khilafah. Predikat mulianya akan hilang seketika.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…