Jalanhijrah.com – Beasiswa LPDP (lembaga pengelola dana pendidikan) menjadi salah satu beasiswa yang didam-idamkan oleh bangsa Indonesia ini pada gelombang 2 sudah dibuka. Beasiswa ini menjadi impian seluruh pejuang kampus. Banyak sekali perjuangan yang harus dikorbankan untuk mendapatkannya, mulai dari tes TOEFL, LOA dari kampus, hingga berbagai persyaratan lainnya untuk bisa diterima. Diantara berbagai cerita menarik yang bisa dijadikan cerminan untuk terus berjuang dalam mengenyam pendidikan dengan menerima beasiswa tersebut, cerita menarik lainnya adalah ketika menjadi teman awarde LPDP yang ternyata seorang HTI garis keras.
Dia adalah promotor khilafah dan getol sekali mempromosikan negara khilafah sebagai syi’ar Islam. Barangkali itu terkesan biasa saja jika tidak berteman secara dekat. Akan berbeda ceritanya ketika selalu terlibat dalam diskusi kelas, menjadi kelompok dalam tugas kuliah, dan disibukkan dengan berbagai aktifitas kampus yang mengharuskan bersama.
Saya juga sewaktu-waktu tidak bisa menahan diri untuk berdiskusi dan berdebat panjang dalam sebuah perkacapan private di whatsapp. Meski itu adalah hal yang sia sebenarnya untuk dilakukan. Sebab argumen seperti apapun, tidak bisa menjadikan pemikirannya tersebut berubah. Paling akhir dia akan mengatakan bahwa “saya tidak akan berhenti berjuang dijalan Allah”.
Teman-teman yang lain juga begitu menyayangkan ketika ada awarde LPDP adalah anggota HTI garis keras. Apalagi sudah jelas-jelas, organisasi tersebut sudah dilarang eksis di Negara Indonesia. Barangkali kita juga bisa memprediksi, kejadian serupa tidak hanya terjadi pada momen ini. Masih banyak awarde LPDP lain yang ternyata berasal dari organisasi tersebut. Tentu itu adalah sebuah privilege. Mahasiswa sebagai awarde LPDP, seorang khilafah garis keras, figur yang tepat untuk terus menyebarkan ideologi menyesatkan itu kepada para mahasiswa lainnya.
Berjuang dijalan Allah, apakah benar begitu?
Hampir satu tahun saya menyimpan nomornya tidak pernah absen satu haripun dalam menyebarkan tulisan-tulisan yang berasal dari muslimahnews.com. Salah satu teman seperjuangan sempat menyinggung soal ini. Kami sempat berdiskusi soal story whats’app, bahwa ia sudah membisukan nomor sang promotor khilafah ini. “Saya bosan, kadang saya mikir kenapa perempuan ini tidak bosan-bosannya buat status soal khilafah, negara Islam, akhirnya saya mute”, katanya.
Kebetulan, ia terdaftar sebagai mahasiswa angkatan genap dengan 5 orang bersamanya. Angkatan genap pada 2019, sempat merasakan kuliah offline, beberapa bulan sebelum covid-19. Jadi perkenalan angkatan 2019 genap cukup dekat karena interaksi yang dilakukan secara langsung.
Cerita dari teman angkatannya adalah sikap introvert dalam pergaulan. Ia sama sekali tidak pernah bergabung dengan teman-teman seperti kebanyakan orang. Ia justru tidak pernah bisa diajak diskusi, makan bareng di kantin kampus, atau sekedar minum kopi diluar. Ia lebih memilih untuk mengerjakan tugasnya sendiri daripada mengerjakan tugas bersama. Katanya, mudharatnya sangat besar bagi perempuan yang sering keluar. Sikapnya yang sangat fanatik ini, tentu membuat teman angkatannya ilfeel, kurang respek bahkan dijauhi.
Dalam sebuah kelas pada mata kuliah teknologi informasi dan pendidikan. Sempat diskusi terjadi tentang sillicon valley. Topiknya relate dengan mata kuliah satu ini, tapi menjadi aneh ketika ia mempermasalahkan soal keberadaan sillicon valley sebagai sebuah kekuasaan negara kapitalis. Sillicon valley merupakan produk kapitalis yang akan meruntuhkan negara Indonesia. keberadaannya tidak sesuai dengan syariat Islam.
Argumen tersebut mendorong saya untuk ikut berkomentar. Teman lain yang kebetulan berasal dari pemikiran yang sama, juga ikut berkomentar. Diskusi makin melebar. Saya seperti ikut mata kuliah sistem kenegaraan. Bukan lagi TIK. Dosen kami, yang tidak tahu persoalan kenegaraan, sistem kapitalis hingga negara Islam kemudian menyudahi diskusi yang keluar dari konteks mata kuliah.
Kisah diatas hanya salah satu cerita dari sekian banyak cerita yang tercipta pada kegaduhan materi kuliah yang tercipta. Pasalnya, kami juga mengadakan forum kecil setelah perkuliahan. Dia sangat menghindari pertemuan virtual melalui zoom, alasannya sibuk. Kami hanya sempat berdiskusi melalui grup kecil di whats’app.
Kiranya menjadi benar adanya, pada setiap narasi yang tertuang melalui tulisan yang familiar di muslimahnews.com. kelompok ini, wajib menolak kapitalis. Perjuangannya tidak lain adalah semata-mata untuk Allah. Padahal alasan semacam itu justru memecah belah bangsa Indonesia, dan bukanlah kemakmuran yang diciptakan, seperti janji-janji yang selalu diberikan. Wallahu a’lam.