Jalanhijrah.com – Tanggal 11 April lalu, BEM SI melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR. Aksi tersebut merupakan susulan dari demo-demo sebelumnya dengan tuntutan yang kurang lebih sama: naiknya bahan-bahan pokok, BBM, isu penundaan Pemilu, dan wacana perpanjangan jabatan presiden. Hari-hari sebelum aksi, beredar banyak flyer yang mengkritik pemerintah. Bahkan, di antara yang paling keras ikut berseliweran di media sosial adalah seruan untuk melengserkan Jokowi.
Meski demo sudah selesai, yang menarik adalah peristiwa saat demo berlangsung. Alih-alih berhasil menumbangkan Jokowi, para demonstran justru hanya berhasil menelanjangi Ade Armando dan membuatnya babak belur. Seperti maklum diketahui, selama ini Ade adalah pendukung Jokowi, kecuali tentang perpanjangan masa jabatan. Selain tak berhasil memenuhi tuntutan seperti yang bising hari-hari sebelumnya, para demonstran kini justru diburu polisi.
Masalah besarnya adalah pengeroyokan terhadap Ade Armando—isu yang hari-hari ini tengah jadi sorotan masyarakat luas. Komentar dari sejumlah pihak berdatangan. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menuduh pelaku pengeroyokan adalah pendukung Anies Baswedan; tudingan yang sangat politis. Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menuding pelaku sebagai penganut takfirisme; tudingan yang oleh segelintir orang dianggap ngawur.
Direktur Pencegahan BNPT, Brig. Jend. Ahmad Nurwakhid mengatakan, pengeroyok Ade terpapar paham takfiri. Menurutnya, apa yang menimpa Ade bukan cara masyarakat yang beradab, tetapi ciri kelompok ekstremisme yang pro-kekerasan. Meskipun beberapa pelaku teriak takbir saat Ade dikeroyok, Nurwakhid menegaskan bahwa Islam tidak membenarkan kekerasan apa pun.
“Ini menjadi pelajaran bagi kita bersama, terkadang seseorang mudah mendalihkan kekerasan dan halal darah seseorang untuk kepentingan tertentu. Cara berpikir seperti itu memiliki kemiripan dengan pola pikir kelompok radikal terorisme. Mereka selalu melegitimasi segala tindakan kekerasan yang dilakukan dengan mempolitisasi dan memanipulasi dalil agama. Kita sudah banyak belajar dari pengalaman kelompok teroris yang selalu membajak ajaran agama untuk tindakan kekerasan. Nampaknya pola ini sudah mempengaruhi masyarakat yang dengan mudah membawa dalil-dalil agama untuk membanggakan tindakan anarkisme ruang publik,” ujarnya, seperti dilansir Tempo.
Ade dan ke-Buzzer-annya
Pertanyaan yang sangat krusial untuk dijawab di sini adalah: benarkah Ade Armando dikeroyok oleh massa penganut takfirisme? Jelas, analisis-spekulatif terhadap demo kemarin menjadi penting untuk menemukan jawabannya. Premisnya adalah bahwa kaum takfiri secara khusus, atau para ekstremis secara umum, merupakan aktor yang selalu menunggangi hal-hal besar, termasuk demonstrasi. Karenanya, penting untuk lebih dahulu dijawab; benarkah demo kemarin ditunggangi?
Dengan melihat flyer-flyer yang beredar sebelum demo berlangsung, jelas demo 11 April tak hanya disuarakan oleh BEM SI saja. Ada provokator anti-pemerintahan yang ikut memanas-manasi situasi, dengan narasi bukan untuk membela rakyat,melainkan membuat pemerintah semakin tak dipercaya rakyat dan menuntut pelengseran rezim. Ini adalah fakta, yang aktornya tidak jauh dari PA 212, eks-laskar FPI, HTI, dan seluruh oposisi dengan berbagai latar belakangnya.
Oleh karena demo 11 April jelas-jelas ditunggangi, maka yang hadir ke depan Gedung DPR kemarin bukan hanya BEM SI. Itu tidak bisa disangkal. Demo kemarin dihadiri berbagai penyusup lintas kelompok dan lintas kepentingan. Ada aktor yang sengaja hadir untuk bikin rusuh dan melakukan kekerasan. Lalu sampailah pada pertanyaan inti di atas; apakah di antara demonstran ada kaum takfiri, atau paling tidak, terpapar paham takfiri?
Jawabannya adalah, jelas. Takfiri yang dimaksud tentu saja bukan tokoh-tokoh penting dalam takfirisme, hanya segelintir anak-anak muda atau paruh baya yang pernah ikut kajian takfirisme—atau minimal Salafi-Wahhabi. Sampai di sini, anggapan BNPT tentang kaum takfiri tidak keliru: demo pasti dihadiri oleh berbagai kelompok yang benci kepada pemerintah dan negara. Namun demikian, pertanyaan berikutnya lahir: apakah yang mengeroyok Ade Armando adalah kaum takfiri tadi?
Bisa iya dan bisa tidak. Pertama, Ade dianggap representasi rezim dan tokoh islamofobia karena gagasan-gagasan kontroversialnya di CokroTV. Para Salafi-Wahhabi, yang di kepala mereka kekerasan adalah halal, jelas dendam dan sangat membenci Ade. Jika ada kesempatan mengeroyok atau bahkan membunuh, jelas mereka tidak akan menyiakan kesempatan. Kedua, status ke-Buzzer-an Ade juga perlu dipertimbangkan. Pembencinya tak hanya kaum takfiri, tapi banyak sekali kelompok lainnya.
Anarki Paham Takfiri
Mungkinkah anarkisme menjadi biang keladi pengeroyokan Ade? Jelas. Tetapi anarkisme sendiri tidak monolitik, sehingga pelaku pengeroyokan kemarin tidak bisa semena-mena dituduhkan sebagai ulah mereka yang terpapar takfiri. Untuk itu, diperlukan investigasi lebih lanjut oleh kepolisian secara objektif. Tujuannya adalah agar tidak ada pihak yang dirugikan, dan meminimalisir stigma negatif bahwa pemerintah selama ini memang islamofobia.
Prinsipnya, takfirisme harus diperangi sedemikian rupa. Orang-orang yang terpapar paham takfiri harus diselamatkan. Namun, dalam konteks pengeroyokan Ade, terlalu banyak aktor yang menyusup pada aksi kemarin, sehingga pengeroyok dosen UI itu pun tidak jelas yang mana. BNPT tidak boleh jadi seperti PSI yang menyeret pengeroyokan Ade Armando ke dalam area politik kebencian mereka. Kecuali jika BNPT ingin jelek di masyarakat, sebagaimana PSI buruk di masyarakat dengan seburuk-buruknya partai.
Analisis data intelijen BNPT harus bekerja maksimal, dengan jiwa investigatif dan kekuatan analisis mereka. Sehingga jelas, ada bukti, dan tak terbantahkan, bahwa pengeroyok Ade terpapar paham takfiri. Jadi kembali ke pertanyaan di atas, benarkah pengeroyok Ade Armando terpapar paham takfiri? Sebelum ada investigasi yang jelas dan akurat, analisis di atas adalah jawabannya.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…
Penulis: Ahmad Khoiri Mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta