Jalanhijrah.com-Ketika sedang asyik mengobrol bersama di sebuah media komunikasi, tiba-tiba salah satu dari teman kami ada yang melontarkan pertanyaan mengenai letak surga yang acap kali dikaitkan dengan telapak kaki ibu. Namun pertanyaannya, benarkah surga berada di bawah telapak kaki ibu? Lalu bagaimana semisal seorang ibu tidak memiliki kaki? Masikah ada surga tersebut?
Ibu adalah sosok istimewa dalam kehidupan kita, tidak ada seorang pun yang mampu membalas jasa seorang ibu. Karena jasanya yang begitu besar, terutama dalam merawat dan membesarkan anak, maka rasa-rasanya tidak etis ketika beranjak dewasa anak malah memberinya perlakuan yang tidak baik.
Sebagaimana dalam firman Allah dan hadis Nabi bahwa seorang anak hendaknya memperlakukan ibunya dengan sebaik-baiknya (berbakti) agar tidak terjerumus ke dalam dosa besar karena sudah menelantarkan hak seorang ibu. Memenuhi hak-hak ibu merupakan bakti anak (tanda terimakasih) kepada ibunya, sekaligus bisa menjadi jalur ekspres bagi anak dalam memperoleh cinta dan surganya Allah
Ketegasan perintah berbakti kepada ibu tertancap dalam sebuah hadis yang berbunyi:
“Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami bahwasannya ia mendatangi Rasulullah saw, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu?” Rasulullah kemudian bersabda: “kamu masih punya ibu?” Mu’awiyah menjawab, “Ya”. Rasulullah bersabda: “Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga dibawah kedua kakinya”.
Menelisik Maksud di Bawah Kaki Ibu
Mempermasalahkan perihal surga yang berada di bawah kaki ibu, bagaimana jika ada seorang ibu yang tidak memiliki kaki (buntung), apakah sang anak masih bisa mendapatkan surganya? Tentu jawabannya sangat bisa. Karena yang dimaksud di bawah kaki ibu bukanlah kaki secara fisik, melainkan sebuah konotasi atas keridaan ibu terhadap anaknya. Sebagaimana tafsir Syaikh Muhammad Mutawalli Sha’rawi, bahwasannya yang dimaksud dengan bawah telapak kaki ibu adalah surga berada dalam keridaan ibu.
Oleh karena itu, hendaknya seorang anak yang masih memiliki sosok ibu agar lebih giat berbakti guna memperoleh keridaan ibu dan Allah Swt. Hal demikian sebagaimana yang terdapat dalam cuplikan hadis Nabi riwayat At-Turmidzi, berbunyi:
“Ridho Allah tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua” (HR. At-Tarmidzi).
Terdapat juga dalam hadis lainnya, seperti:
“Dari jalur Musa bin Muhammad bin ‘Atha’, dari Abu al-Malih, dari Maimun, dari Ibn ‘Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang dikehendaki (diridhai) para ibu, mereka bisa memasukkannya (ke surga); siapa yang dikehendaki (tidak diridhai), mereka bisa mengeluarkannya (dari surga)”.
Meraih Rida Sang Ibu
Meraih rida sang ibu adalah hal wajib yang harus dilaksanakan oleh seorang anak. Karena melalui ridanya, anak bisa memperoleh kehidupan yang baik serta keselamatan di dunia maupun di akhirat. Ada banyak cara dalam meraih rida sang ibu, di antaranya:
Pertama, bersabar menghadapi perbedaan pandangan
Tidak jarang antara anak dan ibu saling berbeda pandangan, termasuk yang saya alami. Ketika saya hendak menimba ilmu ke tanah Mesir, ibu melarang saya untuk daftar tes karena merasa kejauhan. Hingga akhirnya, saya memutuskan untuk menimba ilmu di tanah Jawa bagian timur saja.
Perbedaan pandangan antara anak dan ibu bukan semata-mata ingin melarang anak melakukan yang diinginkannya, tetapi sosok ibu hanya ingin anaknya mempertimbangkan keputusannya kembali agar tidak salah dalam melangkah. Dalam situasi ini, maka hendaknya sang anak memperbesar rasa sabar terhadap perbedaan pandangan yang terjadi demi memperoleh ridanya.
Kedua, Mendoakan dan Meminta Doanya
Selain bersabar, cara lain meraih rida ibu adalah dengan mendoakannya. Mendoakan ibu berarti menginginkan kehidupan ibunya baik-baik saja. Namun, di samping kamu mendoakan ibu, jangan lupa juga untuk meminta doa kepadanya. Sebab, doa seorang ibu termasuk dari doa-doa yang mustajab, seperti yang diterangkan dalam hadis Rasulullah Saw.
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang di dzalimi, doa orang yang berpergian, dan doa baik orang tua kepada anaknya”.
Ketiga, Manut Perintahnya Selama Tidak Menyimpang
Manut perintah ibu hukumnya wajib selama yang diperintahkan adalah sesuatu yang tidak menyimpang. Apabila perintah tersebut sauatu penyimpangan, maka anak juga wajib menolaknya. Penolakan anak terhadap perintah yang menyimpang tidak dapat dipermasalahkan sebagai suatu bentuk pelanggaran/kesalahan terhadap perintah ibu.
Keempat, Perlakukan dengan baik meski berada dalam kesesatan
Walaupun ibumu berada dalam kesesatan, misalnya seorang wanita penghibur (PSK), suka mabuk, doyan selingkuh, dan lainnya. Tetap saja, berbakti kepadanya adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan seorang anak. Perlakukanlah ibumu dengan baik, tidak perlu membenci dan meninggalkannya. Meski dalam kesesatannya masih terdapat cahaya keridaan Allah yang melekat dalam dirinya apabila kamu memperlakukannya dengan baik.
Demikianlah sederet cara dalam meraih rida sang ibu. Sebagai anak berbaktilah sebesar-besarnya kepada ibumu, karena merekalah yang memegang kunci kehidupan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Rahmania termasuk orang-orang yang berbakti kepada orang tuanya, agar kelak dapat meraih keridaannya dan berkumpul bersama kelak di surga-Nya, amiin.