gus dur

Gus, selamat ulang tahun..

Ketika menulis surat ini, saya sedang berada di rumah, bersama keluarga terkasih di Bumiayu, Gus.

Cuaca di luar panas menyengat, ditambah debu beterbangan dibawa angin. Namun, betapa bahagia menyelimuti hati ini ketika harus menyambungkan rasa dengan kata-kata di hari kelahiran sampean sekarang.

Baru saja saya menimang putri kecil saya yang berusia sepuluh hari. Dua Minggu sejak kelahiran putri saya itu, Gus, saya sengaja tidak pergi jauh-jauh dari rumah. Namun begitu, saya tetap bisa mengakses informasi dari website atau sosial media.

Seminggu ini media Indonesia memberitakan suka cita penyambutan orang suci dari Vatikan. Orang-orang begitu mengelu-elukan kesederhanaannya, dan banyak yang ingin mendapat berkatnya. Seketika saya jadi ingat panjenengan Gus.

Andai saja sampean masih hidup, pasti sampean akan turut bersamanya.

Gus..

Tentu saja tidak semua berita menggembirakan. Kemarin saya sempat bertelefon dengan Kakak di Rembang.

Saya menanyakan bagaimana kondisi pertanian di sana. Dan kabarnya petani di sana sedang prihatin karena tembakau yang ditanam hanya bisa diharap separuh saja yang bakal berhasil dipanen.

Sebelumnya, dua kali tanaman padi mereka gagal karena kering kerontang, tidak ada irigasi yang mengalirkan air, dan pertaniannya tadah hujan. Kemarau tahun ini memang terlampau panjang, Gus.

Kepahitan yang didera petani itu tidak pernah mendapat perhatian pemerintah, dan tidak ada yang mau menyuarakannya, termasuk oleh para agamawan kita.

Baca Juga  Menilik Shift: Gerakan Hijrah yang Digandrungi Anak Muda

Sedangkan setiap hari, kita dijejali berita-berita tentang pertikaian elite politik dan elite ormas. Rasa-rasanya, keadilan di negeri ini semakin jauh dirasakan oleh lapisan rakyat di bawah.

Terlalu banyak pejabat koruptor kelas kakap dibiarkan begitu saja, tidak ditangkap dan diadili. Penegak hukum tidak punya taring. Benar kata sampean Gus, bahwa kita ini bangsa penakut karena tidak mau menghukum orang yang bersalah. Sehingga penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat semakin merajalela.

Namun, apalah daya saya ini Gus, yang bukan siapa-siapa tapi sok-sokan pengin meneruskan perjuangan sampean. Saya hanya seorang ayah dari tiga anak, yang kerap dihantui kekuatiran tentang masa depan mereka.

Saya juga bukan Orang Suci dari Vatikan, Bapak dari manusia semua bangsa yang telah terbebas dari rasa takut itu.

Namun kemanusiaan, persaudaraan dan keadilan yang sampean teladankan, akan terus saya jadikan spirit dan inspirasi dalam bertindak semampunya.

Gus.. Mohon maaf jika hanya surat Alfatihah yang bisa saya hadiahkan untuk sampean, di hari kelahiran sampean hari ini. Semoga berkenan.

Suraji

#SuratUntukGusDurDanIndonesia
#HarlahGusDur

Advertisements

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.