Jalanhijrah.com – Setiap wanita sudah semestinya mengalami haid dan nifas, namun terdapat beberapa wanita yang mengalami masa haid atau nifas lebih panjang dari biasanya, hal ini disebut dengan istihadhah, terkadang beberapa wanita tidak memahami akan hal ini dan berfikir itu adalah haid atau nifas, padahal hukum darah istihadhah berbeda dengan haid atau nifas.
Wanita yang mengalami istihadhah (mustahadhah) mereka tidak seperti wanita haid atau nifas oleh karena itu tidak menjadi penghalang untuk berhubungan intim, shalat, puasa dan ibadah lainya seperti layaknya wanita yang tidak sedang haid sesuai dengan hadist berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – إِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – “إِنَّ دَمَ اَلْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي مِنَ اَلصَّلَاةِ, فَإِذَا كَانَ اَلْآخَرُ فَتَوَضَّئِي, وَصَلِّي” – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ, وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِم.
وَفِي حَدِيثِ أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ: – لِتَجْلِسْ فِي مِرْكَنٍ, فَإِذَا رَأَتْ صُفْرَةً فَوْقَ اَلْمَاءِ, فَلْتَغْتَسِلْ لِلظُّهْرِ وَالْعَصْرِ غُسْلاً وَاحِدًا, وَتَغْتَسِلْ لِلْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ غُسْلاً وَاحِدًا, وَتَغْتَسِلْ لِلْفَجْرِ غُسْلاً, وَتَتَوَضَّأْ فِيمَا بَيْنَ ذَلِكَ –
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy sedang keluar darah penyakit (istihadhah). Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang telah dikenal. Jika memang darah itu yang keluar maka berhentilah dari shalat, namun jika darah yang lain berwudhulah dan shalatlah
Riwayat Abu Dawud , Nasa’I, Ibnu Majah, Ahmad Dan Ibnu Hibban
Menurut Asy-Syaukani, hadits ini hanya menunjukan untuk berwudhu pada setiap akan shalat dan mandi besar layaknya orang yang baru selesai haid 1 kali setelah habisnya masa haid meskipun darah masih menggalir.
Apakah boleh wanita yang sedang istihadhah melakukan jima?
Dalam hadist riwayat abu daud dijelaskan “ Dari ikrimah ra. Berkata : “ummu habibbah menderita istihadhah sedang suaminya tetap meyetubuhinya “ dari hadist ini dapat disimpulkan bahwa wanita yang sedang mengalami istihadhah diperbolehkan bersetubuh demikian pendapat jumhur yang diriwayatkan oleh Ibnu Al Munzhir dari Ibnu Abbas, Ibnu Al Musayyib, Hasan Al Bishri, “Atha, Sa’id Bin Jabir
Namun ada beberapa pendapat yang melarang wanita yang sedang istihadhah untuk bersetubuh karena menurut pandangan mereka darah pada istihadhah adalah darah yang dapat membawa penyakit maka haram pula seperti halnya Allah melarang untuk bersetubuh dengan wanita yang sedang haid, hal ini diriwayatkan oleh Al Khallal dengan sanad yang sampai kepada Aisyah ra “ Wanita mustadhah tak boleh disetubuhi suaminya “ keterangan ini dapat dilihat pada kitab Al-Fiqh Al Muyassar oleh syaikh Ahmad Isa Asyur.
Untuk menjaga kesehatan sebaiknya menghindari persetubuhan pada saat darah tersebut masih keluar walaupun hadits di atas tidak ada larangan untuk melakukanya , namun demikian menghindarinya lebih utama karena penyakit yang terdapat pada darah haid terdapat pula pada darah istihadhah. Wallahu a’lam
Bagaimana cara wanita menentukan kapan masa haid dan kapan masa istihadhah?
Sebagian wanita dapat membedakan darah yang keluar apakah itu darah haid atau darah istihadhah apabila dia meyakini darah yang keluar hari ini merupakan darah haid dan di hari lain adalah darah istihadhah maka pada saat di hari haid maka wanita tersebut mengikuti hukum wanita haid asalkan darah yang keluar tidak kurang dari haid terpendek dan tidak lebih dari hari terpanjang haid, apabila kriteria tersebut tidak terpenuhi maka darah tersebut merupakan darah istihadhah. Masa haid terpanjang yaitu 15 hari, dan masa haid terpendek yaitu sehari-semalam.
Apabila wanita sudah pernah mengalami haid maka akan dapat mengetahui masa haid biasanya berapa hari, apabila lewat dari masa biasa dia haid maka itu termasuk darah istihadhah dan sudah wajib untuk melaksanakan kewajiban seperti shalat, puasa dan ibadah lainya.
Untuk wanita yang sedang nifas maka digunakan perhitungan yaitu tidak kurang dari masa nifas terpendek dan masa nifas terpanjang ( 60 hari) apabila kurang dari masa terpendek dan lebih dari masa terpanjang maka darah tersebut merupakan darah istihadhah, apabila sudah beberapa kali nifas yaitu dengan melihat kebiasaan dari nifas sebelumnya apabila melebihi waktu terpanjang maka itu termasuk darah istihadhah
Bagaimana dengan darah yang keluar pada wanita sedang hamil?
Terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini apakah darah tersebut adalah darah haid atau darah istihadhah.
Menurtut para ulama Hanafi darah yang keluar pada saat hamil dipastikan itu darah istihadhah, namun apabila darah keluar dengan munculnya rasa sakit seperti akan melahirkan maka darah tersebut tergolong darah haid
Menurut Imam malik : Darah yang keluar dari wanita hamil adalah darah haid dengan syarat usia kandungan antara 2 sampai 9 bulan maka darah haid yang keluar tidak boleh lebih dari 30 hari, apabila lebih dari 30 hari maka darah tersebut termasuk darah istihadhah dan ia wajib untuk shalat, puasa dan boleh disetubuhi sekalipun darah masih mengalir
Menurut madzhab Syafi’i darah yang keluar sewaktu hamil adalah darah haid asalkan memenuhi kriteria yaitu darah tersebut tidak kurang dari sehari-semalam dan tidak lebih dari 15 hari, karena haid tidak dapat ditahan oleh menyusunya seorang bayi dan mengandung anak.
Adapun mengenai darah yang keluar pada saat hamil tidak menjadi hitungan untuk masa ‘iddah, untuk masa ‘iddah tetap mengikuti hitungan pada saat anak tersebut lahir.
Oleh: Firmansyah Hermanto