Jalanhijrah.com– HTI kembali “bermain-main” terhadap TNI. Di antara beberapa projek, tampak HTI mencoba dekat dengan para perwira. Di lain hal, mereka mencoba menyusup dan menarget sesuatu ladang permai tertentu di tubuh TNI: keagamaan.
Visi misi HTI pastilah ada. Dengan menjalin hubungan dengan TNI, aktivis HTI berharap mereka diberi kebebasan untuk menjalankan program-programnya. Salah satunya, HTI berharap dukungan atas segala praktik eksisnya dapat terlindungi. Misalnya dengan ngisi, ceramah atau kerjasama lewat BWA (Badan Wakaf Al-Qur’an) dan Program Cinta Al-Qur’an. Padahal, yayasan Program Cinta Al-Qur’an ini milik Fatih Karim, tokoh kunci HTI yang berhasil merekrut Felix Siauw ke HTI.
Dukungan hukum dari TNI jelas tak mungkin bisa. Tetapi dukungan moril, dana, kenyaman dan pertahanan kemungkinan bisa. Tapi jika itu dilakukan, TNI terkesan dan terlihat ambrol dalam pertahanan kebangsaan itu sendiri. Karena masih banyak organisasi keagamaan moderat di Indonesia yang memiliki konsen yang sama: peningkatan keagamaan.
Kamuflase HTI
Yang jelas, HTI pintar berkamuflase. Salah satunya, HTI menawarkan program-program keagamaan. Mereka pintar meracik bahasa agama. Agar semuanya bersandar dan terpantik kepadanya. Dalam hal ini, tebukti bukan hanya kaum ASN, kaum bawah dan pinggiran yang luluh, tetapi kelompok yang teranggap kuat secara ideologi kebangsaan, takluk kepadanya.
HTI bisa menjalin kerja sama non-formal bersama TNI menjadi bukti kuat bahwa mereka pintar dalam pelbagai pendekatan. Di mana semua pendekatan itu dibungkus dengan jalan agama. Seperti contoh Heru Binawan (salah satu bekas ketua DPP HTI), hadir dan bekerjasama dengan HTI, melalui program Badan Wakaf Al-Qur’an.
Dengan menerima bentuan wakaf, jelas itu menjadi pintu masuk bagi HTI untuk lebih liar bermain ke dalam. Dan hal itu sebenarnya yang diinginkan oleh aktivis HTI. Kendati dari situlah, aktivis HTI lebih punya jalan lebar-leluasa dan bisa membangun jejaring dengan orang-orang sentral di TNI.
Menurut Ayik (Eks HTI), tujuan mendekati TNI, itu menjadi bagian dari ideologi HTI. Katanya, merekrut anggota TNI-Polri menjadi harusan dan itu telah menjadi target kunci di dalam organasisasi HTI. Hal itu tertuang di dalam dokumen resmi HTI: Blue Print Dakwah HTI.
TNI bakal dibuat tenaga bayangan untuk menopang panji-panji dakwahnya. Baik dakwah secara politik maupun dakwah dalam keagamaan. Tapi yang pasti, sebagaimana kata Ayik, perwira-perwira TNI-Polri telah diqiyaskan HTI, ibarat pemuka-pemuka suku ketika Rasulullah saw dakwah di Mekkah. Antara perwira-perwira TNI-Polri dengan pemuka-pemuka suku Arab memiliki kesamaan illat, yakni sebagai pemilik kekuatan (ahlu quwwah).
Maksud Ayik, “TNI sama-sama memiliki senjata dan pasukan. Jika dulu para pemuka suku-suku Arab bersenjatakan pedang dan kuda serta pengikutnya sebagai pasukan, maka dalam konteks HTI disamakan dengan para perwira TNI-Polri yang memiliki persenjataan, alat dan kendaraan tempur, serta prajurit terlatih dan profesional. Oleh sebab itu, target rekrutmen HTI adalah para perwira yang memegang tongkat komando. Perwira-perwira bagian administrasi, kesehatan, dan logistik, tidak menjadi target utama, akan tetapi dijadikan perantara/penghubung kepada para perwira pemegang komando”.
Dampak Kerjasama dengan HTI
Mengerikan sekali, perjalinan kerjsama HTI dengan TNI ini. Dan hal itu tidak hanya (mau) sekali. Dari data yang tersiar di media sosial, termasuk di web TNI sendiri, sudah “bolak balik” HTI melakukan kerja-kerja keagamaan bersama TNI. Data dari Republika memaparkan, sudah ada beberapa kota yang mereka datangi.
Di antaranya: Kota Sorong 9.000 eksemplar, Kabupaten Sorong 10.000 eksemplar, Manokwari 2.000 eksemplar, Sorong Selatan 4.000 eksemplar, Fak-Fak 2.000 eksemplar, Tambrau 2.000 eksemplar, Raja Ampat 7.000 eksemplar, Bintuni 2.000, TNI AL 1.000 eksemplar dan TNI AD 1.000 eksemplar (Republika, 30/01/2021).
Sekilas itu baik. Tetapi, apabila itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin TNI dimanfaatkan HTI. Sangat-sangat mengerikan bila markas Tentara Negara Indonesia menjadi sarang Hizbut Tahrir Indonesia. Darah bebangsaan yang melekat pada tubuh perwira TNI, berubah menjadi darah kekhalifahaan: berkhianat. Maka demikian, kita harus mendukung dan memantau TNI bersih dari perwira-perwira yang berafiliasi dengan HTI dan dalam bentuk-bentuk kerjasama yang mengotori TNI.