Saat ini proporsi penduduk Generasi Z di Indonesia mencapai 26,45 persen dari total jumlah penduduk yang mencapai 270,2 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Generasi yang populer disebut Gen Z ini didefinisikan sebagai orang-orang yang lahir dari pertengahan 1997 hingga 2012, yang merupakan generasi termuda di dunia kerja.
Perilaku dan preferensi perjalanan mereka yang berbeda dari generasi sebelumnya menarik untuk dipelajari, apalagi jika dikaitkan dengan industri pariwisata. Kebutuhan akan perhatian khusus terhadap motivasi perjalanan generasi ini dipicu oleh ketergantungan mereka pada teknologi, keinginan untuk pengalaman yang autentik dan dipersonalisasi, serta fokus pada keberlanjutan.
You Only Live Once
Banyak hal mempengaruhi motivasi perjalanan Gen Z, seperti pengaruh media sosial, ketersediaan teknologi yang mumpuni, dan pergeseran paradigma dari menghargai pengalaman daripada barang. Penggunaan media digital terus-menerus adalah ciri khas Gen Z. Mereka dapat mempengaruhi teman-teman mereka dan membuat keputusan perjalanan mereka sendiri melalui konektivitas yang terus-menerus ini.
Gen Z lebih memilih pengalaman perjalanan daripada kepemilikan barang material. Penelitian yang dilakukan oleh Garcia dan rekan-rekannya di Iran pada 2023 menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung menggunakan dana diskresioner untuk perjalanan wisata dibandingkan menabung untuk tujuan konvensional seperti membeli rumah atau merencanakan pensiun. Fenomena ini adalah bagian dari transisi budaya yang lebih besar, di mana pengalaman lebih diutamakan daripada barang material, sejalan dengan prinsip YOLO (You Only Live Once) yang menekankan pentingnya memanfaatkan hidup hanya sekali. Prinsip YOLO mendorong Gen Z untuk mengutamakan kebutuhan emosional dan pengalaman dibandingkan kepemilikan materi.
Gen Z sangat terpengaruh oleh media sosial dalam pengambilan keputusan perjalanan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Liu pada 2022 menunjukkan bahwa influencer dan platform media sosial memainkan peran penting dalam pemilihan tujuan wisata. Sementara generasi sebelumnya lebih dipengaruhi oleh iklan tradisional, Gen Z kini melihat pemasaran media sosial sebagai agen aktif yang menggabungkan berbagai elemen untuk memberikan rekomendasi yang relevan.
Perubahan ini menunjukkan bahwa Gen Z sangat bergantung pada ulasan online, rekomendasi dari media sosial, dan dukungan influencer di platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok dalam menentukan tujuan dan pengalaman perjalanan mereka. Tren ini mencerminkan preferensi mereka terhadap informasi autentik yang didorong oleh rekan sebaya, serta peran signifikan media sosial dalam membentuk keputusan perjalanan mereka.
COVID-19 telah berpengaruh besar terhadap intensi perjalanan Gen Z. Meskipun perjalanan terhambat oleh pandemi di masa lalu, hasrat generasi ini untuk menjelajahi dunia kini semakin pulih. Sekitar 78 persen Gen Z menyatakan keinginan yang kuat untuk bepergian, menunjukkan bahwa motivasi mereka untuk traveling tetap tangguh meskipun menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi (García et al., 2023). Di samping keinginan ini, terdapat peningkatan kesadaran akan kesehatan dan keselamatan, yang berdampak pada pemilihan tujuan, makanan, dan akomodasi, serta perencanaan yang lebih baik untuk pengalaman perjalanan mereka (Li & Huang, 2022).
Makna Perjalanan
Motif Gen Z untuk melakukan perjalanan wisata semakin dipicu oleh keinginan mendapatkan pengalaman unik dan transformatif. Mereka cenderung mencari tujuan yang menawarkan perendaman budaya, petualangan, dan peluang untuk pertumbuhan pribadi. Dengan fokus pada pengalaman mendalam, Generasi Z berupaya menjelajahi destinasi yang memberikan makna dan nilai lebih dalam setiap perjalanan.
Seperti yang dikemukakan pada penelitian Buhalis & Karatay pada 2022, meningkatnya popularitas pengalaman perjalanan mencerminkan preferensi mereka untuk terhubung dengan budaya dan komunitas lokal, bukan sekadar berwisata. Tren ini semakin kuat dengan pendekatan baru terhadap pariwisata dan perjalanan berkelanjutan di kalangan Gen Z, yang membuat pilihan sadar dengan memprioritaskan tanggung jawab lingkungan dalam setiap perjalanan mereka.
Selain itu, perilaku perjalanan Gen Z menunjukkan orientasi yang kuat terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Kesadaran lingkungan mendorong generasi ini untuk secara aktif mencari alternatif perjalanan yang berkelanjutan. Mereka sering kali lebih memilih akomodasi ramah lingkungan, pengalaman kuliner lokal, dan aktivitas yang mendukung upaya konservasi secara langsung.
Aspek keberlanjutan dalam perencanaan perjalanan memfasilitasi konsumsi yang bertanggung jawab, terlihat jelas dalam sikap para pelancong muda. Pengaruh ekonomi terhadap Gen Z sangat signifikan dan sering menjadi faktor penting dalam keputusan perjalanan mereka. Dengan banyak anggota generasi ini yang masih di sekolah atau baru memulai karier, keterbatasan anggaran membentuk cara mereka bepergian.
Menariknya, pariwisata adalah aktivitas yang erat kaitannya dengan eksplorasi, pendidikan, dan relaksasi. Dalam perspektif Islam, pariwisata memiliki nilai positif, asalkan dilakukan dengan tujuan yang baik, mengikuti prinsip etika, dan menghormati lingkungan. Islam memberikan panduan bagi umatnya dalam semua aspek kehidupan, termasuk aktivitas perjalanan dan pariwisata, yang dianggap sebagai sarana untuk memperdalam pemahaman dan menguatkan keimanan.
Pariwisata sebagai Sarana Tafakkur
Al-Qur’an menyebutkan pentingnya mengamati dan merenungkan keindahan ciptaan Allah di muka bumi. Melalui perjalanan, seseorang dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Ghashiyah: 17-20, “Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?” Ayat ini mengisyaratkan pentingnya mengamati alam sebagai sarana tafakkur yang memperkaya wawasan spiritual.
Islam mengajarkan bahwa melalui observasi alam, seseorang dapat memperkuat iman dan ketundukan pada Sang Pencipta. Pariwisata yang dilakukan dengan niat untuk merenungi kebesaran Allah dapat mendekatkan diri kepada-Nya, memperkaya pemahaman atas ajaran Islam, dan menguatkan rasa syukur atas nikmat kehidupan.
Islam sangat menekankan nilai-nilai etika dalam setiap aktivitas. Dalam konteks pariwisata, menjaga etika berarti tidak merusak lingkungan, menghormati budaya setempat, dan menjaga adab. Muslim dianjurkan untuk menjaga tata krama dalam berpakaian, berinteraksi, serta menghormati adat dan budaya masyarakat setempat. Hal ini mencakup menjaga pandangan, menghindari perbuatan maksiat, serta berperilaku sopan dan ramah kepada siapa pun yang ditemui selama perjalanan.
Wisata Islami juga mengutamakan halal tourism, di mana fasilitas yang disediakan memperhatikan kebutuhan umat Islam, seperti tersedianya tempat shalat, makanan halal, dan akomodasi yang sesuai dengan prinsip syariat. Adanya wisata halal juga menciptakan ekosistem yang memungkinkan wisatawan Muslim untuk menikmati perjalanan tanpa meninggalkan ibadah dan aturan agama.
Islam sangat menghargai kelestarian alam. Manusia diberi amanah sebagai khalifah di bumi untuk menjaga dan melindungi alam, bukan untuk merusaknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 205, “Dan apabila dia berpaling (dari kamu), dia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kerusakan.”
Konsep pariwisata berkelanjutan sangat sejalan dengan ajaran Islam. Pariwisata harus dilakukan dengan menjaga keseimbangan ekosistem dan menghindari perusakan alam. Islam mengajarkan untuk meminimalkan sampah, menjaga kebersihan lingkungan, dan menghindari aktivitas yang merusak flora dan fauna di tempat-tempat wisata. Dengan demikian, pariwisata yang berkelanjutan tidak hanya melestarikan alam, tetapi juga menjaga keseimbangan yang telah diciptakan Allah.
Islam juga mengenal wisata ziarah atau kunjungan ke tempat-tempat bersejarah dan religi, seperti Mekkah, Madinah, dan situs-situs Islam lainnya. Ziarah memiliki nilai ibadah dan spiritualitas yang tinggi, karena menghubungkan umat Islam dengan sejarah para nabi, sahabat, dan peradaban Islam terdahulu. Ziarah dapat meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sejarah dan ajaran Islam, serta mempererat rasa persaudaraan antarumat Muslim.
Selain itu, wisata ziarah dapat memperkuat nilai-nilai moral dan memberikan inspirasi untuk menjadi Muslim yang lebih baik. Misalnya, mengunjungi makam para ulama dan tokoh Muslim menjadi momen refleksi untuk meneladani kehidupan mereka yang penuh dengan ketakwaan, kerja keras, dan pengabdian kepada Allah.
Pariwisata juga memiliki dampak positif pada perekonomian masyarakat setempat. Dalam Islam, kegiatan ekonomi yang bermanfaat bagi banyak orang dianjurkan dan dipandang sebagai ibadah jika dilakukan dengan cara yang benar. Dengan mengembangkan wisata Islami, misalnya menyediakan makanan halal atau fasilitas ramah Muslim, masyarakat dapat mendapatkan keuntungan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, serta mempromosikan budaya dan tradisi lokal kepada wisatawan.
Namun, Islam juga memperingatkan agar tidak berlebihan dalam mengejar keuntungan ekonomi. Pariwisata harus berlandaskan etika dan tidak menyebabkan eksploitasi terhadap sumber daya alam atau kebudayaan setempat. Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan akan memberikan manfaat yang optimal tanpa mengorbankan lingkungan atau nilai-nilai masyarakat lokal.
Islam melarang pariwisata yang mengandung unsur maksiat dan perbuatan yang bertentangan dengan syariat, seperti perjudian, minum-minuman keras, atau aktivitas yang merusak moral. Tempat-tempat wisata yang memiliki potensi menjerumuskan seseorang dalam perbuatan dosa sebaiknya dihindari. Islam sangat mengutamakan kebersihan hati dan menjaga diri dari lingkungan yang dapat merusak akhlak, sehingga pariwisata Islami mengedepankan prinsip-prinsip yang mendukung kehidupan yang baik dan bermanfaat.
Islam memandang pariwisata sebagai sarana yang dapat memperkaya wawasan, memperdalam iman, dan meningkatkan penghargaan terhadap ciptaan Allah. Namun, dalam Islam, setiap aktivitas wisata harus dilakukan dengan menjaga etika, lingkungan, dan adab Islami. Pariwisata bukan sekadar aktivitas rekreasi, tetapi juga bagian dari proses pengenalan diri, refleksi spiritual, dan pemahaman akan kebesaran Allah yang diwujudkan dalam alam semesta. Dengan demikian, pariwisata Islami tidak hanya menawarkan pengalaman berwisata yang bermakna tetapi juga membawa pesan moral dan keberkahan bagi umat manusia dan alam.
Inayah Hidayati
Peneliti mobilitas penduduk BRIN