Jalanhijrah.com– Menjadi trending Twitter pada rentang waktu 29 November 2021 tentang #reuni2021. Apa yang salah dari tagar ini? atau apa menariknya tagar itu? tentu, kita masih ingat aksi bela Islam 212 yang mengatasnamakan umat Islam pada tahun 2019 yang digelar di Jakarta. Powernya luar biasa, seluruh Jakarta dikepung oleh ribuan massa dengan narasi-narasi Islam yang membuat kita merinding.
Hanya dengan mata telanjang, kondisi yang terjadi pada tahun 2019 setidaknya menjadikan kita paham bahwa umat Islam Indonesia mudah sekali untuk dikumpulkan, sangat ampuh dengan narasi agama. Pembelaan terhadap Tuhan, dan atas nama agama, serta narasi suara umat Islam, masyarakat kita mudah sekali untuk dikompori.
Pasca kejadian tersebut, tentu bukan main. Ada jarak yang cukup jauh antara umat Islam yang satu dengan umat Islam yang lain. Trend dengan simbol “Islam” sangat kuat sekali pada masyarakat modern. Mulai dari munculnya “Halal Mart”, berbagai toko fashion Muslim dengan laber syar’i dan sejenisnya.
Pasca kegiatan tersebut juga terlihat jelas kelompok-kelompok ustaz-ustaz seleb, ustaz influencer yang dengan kemampuan followersnya mampu melunakkan hati sebagian kelompok Muslim, yang terdiri dari para muslim-muslim urban, milenial yang sedang hijrah, haus dengan kajian spiritual.
Kemudharatan atau kebermanfaatan?
Aksi yang akan digelar atas nama reuni 212 tidak hanya sekedar reuni, sebab dalam kemasan yang ditampilkan, kegiatan itu juga digelar doa bersama atas meninggalnya Almarhum Ust Ameer Azzikra putra alm. KH M Arifin Ilham.
Menurut hemat penulis, reuni yang akan dilakukan pada 2 Desember mendatang, tidak lain sebuah kemudharatan. Bagaimana tidak, penulis katakan demikian. Di masa covid-19 yang masih menghantui, apalagi data yang mulai muncul dengan varian-varian baru, acara semacam ini tentu akan menimbulkan kerumunan yang merugikan masyarakat dan dikhawatirkan menjadi salah satu spektrum penyebaran virus corona yang belum berkesudahan tersebut.
Kekhawatiran ini juga disampaikan oleh pihak MUI Jawa Barat. Jabar Rafani Achyar selaku sekretaris. Ia mengatakan bahwa agenda reuni 212 yang akan dilaksanakan pada 2 Desember mendatang ini jangan sampai membuat gaduh masyarakat, apalagi dengan covid-19 yang terbaru membuat masyarakat harus melakukan prokes secara ketat, serta tidak berkerumun dengan banyak orang.
Tidak hanya itu, ketiadaan izin dari pihak kepolisian untuk melakukan reuni 212 menunjukkan bahwa forum ini adalah bentuk kemudharatan yang tidak seharusnya dilakukan oleh umat Islam.
Reuni 212 milik rakyat yang ingin tegaknya keadilan di negeri?
Ketua Panitia Reuni 212, Eka Jaya mengatakan pihaknya resmi memindahkan lokasi pemusatan Reuni 212 dari Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat ke Masjid Az-Zikra, Sentul, Bogor pada 2 Desember 2021. Dilansir dari CNNIndonesia, pihak panitia reuni 212 masih berusaha untuk mendapatkan izin.
Berbeda dengan penjelasan Eka, selaku ketua panitia kegiatan tersebut. Khotib Khalil dari pihak Masjid Az-Zikra, menjelaskan bahwa panitia acara tersebut belum mengirimkan surat resmi untuk mengajukan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh acara.
Fenomena diatas sebenarnya bagian dari hiruk pikuk perjuangan yang mengatasnamakan Islam. Riuhnya aksi yang akan digelar pada Desember mendatang ini belum seberapa, kita akan memperoleh informasi-informasi mengejutkan lainnya.
Fenomena ini juga menciptakan pengelompokan besar dalam dunia maya. Para netizen terbagi pada dua kelompok besar, kelompok pertama menolak reauni tersebut. kelompok kedua mendukung adanya kegiatan tersebut. Kepentingan demi kepentingan yang tercipta dari reuni tersebut bisa kita analisa lebih jauh. Saling melempar argumen dengan tolok ukur kebenarannya membuat dunia maya semakin keruh dan informasi semakin tidak murni.
Ditambah dengan para buzzer yang berkeliaran di media sosial, kita memahami bahwa persoalan ini cukup rumit bahkan berkelit, apalagi nanti ketika reuni sedang berlangsung. Dalam beberapa cuitan yang ramai di twitter, beberapa diantara narasi yang disebarkan adalah kehadiran reuni 212 tidak lain milik rakyat yang menginginkan tegaknya keadilan di negeri ini. Apakah benar demikian? Apakah ini suara umat Islam? Atau justru hanya berlindung dibalik kata “Islam”? wallahu a’lam.