Jalanhijrah.com- Blak-blakan soal komunitas hijrah, momentum bulan hijriah dijadikan sebuah euforia bagi komunitas hijrah dalam menunjukkan taringnya. Mereka membuktikan bahwa berislam secara kaffah yang didengungkan oleh ustaz, seleb hijrah, memiliki minat semakin banyak di kalangan umat Islam millenial, serta menarik minat pada muallaf yang belajar Islam.
Sebuah event yang digelar oleh komunitas hijrah secara ciamik dengan tajuk “Hijrah Bareng-Bareng” pada 11/08/21 melalui online dihadiri oleh kurang lebih 140 ribu peserta dari seluruh Indonesia, membuat kita harus menyadari bahwa gelombang arus pergerakan komunitas hijrah semakin tidak terbendung.
Tidak tanggung-tanggung, berbagai testimoni ditunjukkan, mulai dari sosok muallaf yang menjelma menjadi ustaz agung seperti Felix Shiauw, Dokter muallaf seperti Clarissa Grani hingga sang maestro khilafah yakni Ismail Yusanto. Tidak hanya mereka, banyak sekali tokoh-tokoh nasional yang memberikan testimoninya tentang komunitas hijrah dengan tagline berislam secara kaffah. Testimoni tersebut bisa dilihat melalui postingan instagram @muslimahnews.id, yang menjadi salah satu akun promotor para khilafahers sejati.
Jika melihat berbagai platform media sosial, seperti instagram yang mendukung kegiatan tersebut, setidaknya kita bisa melihat beberapa akun instagram beserta jumlah followersnya, diantaranya: @muslimahnews.id sebanyak 69.5k, @komunitaspecintahijrah sebanyak 22.4k, @catatanhijrah.id sebanyak 925k, @shiftmedia.id sebanyak 1.9m.
Diantara akun instagram yang sudah disebutkan, masih banyak lagi akun hijrah yang tidak bisa dijangkau oleh penulis, mereka menguasai media sosial instagram dengan para pengikutnya sebagian besar adalah millenial. Fakta ini dijelaskan oleh databooks, bahwa jumlah pengguna Instagram hingga Juli 2021 sebesar 91,77 juta pengguna dengan pengguna terbesar terdapat di kelompok usia 18 – 24 tahun.
Mereka tidak hanya dari kalangan seleb, akademisi juga banyak
Beralih pada website muslimahnews.com, pada sebuah artikel yang berjudul “#Tokoh Bicara Hijrah:Makna Hijrah di Mata Intelektual Muslimah”, kita bisa melihat arus penyebaran kelompok hijrah ini tidak hanya dikalangan millenial yang haus akan pengetahuan Islam, lebih dari itu, testimoni yang diberikan melalui tulisan tersebut muncul dari banyak kalangan akademisi, dosen di berbagai kampus ternama, mulai dari perguruan tinggi negeri hingga perguruan tinggi swasta.
Diantara makna hijrah yang disampaikan oleh kalangan akademisi tersebut, setidaknya penulis menjumpai beberapa dosen dipelbagai universitas, diantaranya: ISI Surakarta, Politeknik Negeri Sriwijaya, Unhas, UPI dan beberapa kampus swasta lainnya. Kenyataan ini membuktikan bahwa kelompok ini semakin kuat dengan dukungan para akademisi yang memiliki power untuk menggerakkan komunitas hijrah diberbagai spektrum kehidupan.
Parahnya, kalimat hijrah yang didengungkan oleh komunitas hijrah dalam event “Hijrah-bareng-bareng” secara terang-terangan menyampaikan bahwa hijrah adalah momentum tegaknya Islam oleh kiai khilafah, K.H. Rochmat S. Labib .
“Hijrah adalah momentum besar sehingga dijadikan acuan oleh Khalifah Umar bin Khattab untuk menetapkan tahun baru Islam. Alasan yang paling penting dibalik penetapan karena hijrah merupakan tonggak berdirinya negara pertama Islam. Sistem pemerintahan yang meletakkan kedaulatan ada di tangan Syara’ (Pencipta) sehingga berbeda dengan sistem pemerintahan yang ada” ucapnya. (@muslimahnews.id)
Fakta ini membuktikan bahwa kematian secara paksa oleh pemerintah dengan membubarkan organisasi HTI pada 2017 silam, tidak lain menjadi babak baru perjalanan kelompok khilafah yang semakin menguat dengan berbagai strategi apik yang dijalankan.
Strategi marketing, perlu kita jalankan
Harus kita akui bahwa babak ini kita mengalami kecolongan yang begitu banyak, membiarkan anak muslim millenial ikut arus gelombang kelompok hijrah yang menjanjikan seni keberislaman secara kaffah, padahal sudah jelas-jelas arahnya adalah penolakan terhadap NKRI.
Penolakan yang dilakukan oleh para generasi muslim, jelas sangat berbahaya, melupakan entitas sejarah dan jatidiri bangsa Indonesia. Meski demikian, strategi marketing dijalankan oleh kelompok hijrah harus kita tiru. Akun-akun instagram yang sudah disampaikan oleh penulis diatas, tidak lain menyajikan berbagai informasi keseharian, kegelisahan yang biasa dialami sebagai manusia, seperti perihal jodoh, gagal move on, galau, dan beberapa masalah lainnya seputar anak muda.
Aktifitas semacam ini kadang luput dari pandangan millenial, para santri yang santer membicarakan tentang Islam moderat, Islam nusantara yang jelas-jelas menjunjung tinggi entitas kebangsaan dan keIslaman. Perlu gebrakan baru untuk meniru berbagai strategi marketing yang dijalankan oleh komunitas hijrah untuk mencari perhatian millenial, agar bisa dilirik dan tertarik dengan nilai keislaman yang diusung. Fleksibilitas ajaran Islam dengan kreatifitas perlu dibawa oleh millenial moderat dalam dunia media sosial untuk membumikan nilai-nilai Islam washatiyah di bumi NKRI. Wallahu a’lam