Fenomena Hijrah dan Pendidikan Khilafah di Indonesia

Jalanhijrah.com-Banyak yang menganggap bahwa pendidikan hari ini mati pamor. Bahkan ada sebagian yang nganggap sudah mati. Kalau pun ada, ia dianggap hanya menjadi wadah belajar untuk orang-orang miskin. Benarkah pendidikan hanya menjadi penampungan belajar manusia-manusia miskin? Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita lihat sejarah latar belakang dan berdirinya pendidikan di dunia.

Sebelum di Indonesia berdiri pendidikan (madrasah), pendidikan Islam pertama kali muncul di Jalur Sutra di Bagdad. Kemudian menyebar ke wilayah Tiongkok Timur. Seiring berjalannya waktu, akhirnya pendidikan Islam menyebar ke seluruh penjuru wilayah, mulai di Asia Barat, China, Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara, di Eropa, di Amerika, hingga ke Indonesia, dan sebagainya.

Tiga Bagian

Dalam catatan Makdisi, penyebaran pendidikan Islam terbagi menjadi tiga tahap. Pertama, adanya pendidikan Islam pertama kalinya adalah sebuah pengajaran biasa (halaqah) yang dilakukan secara suka rela dan biasanya dilakukan di rumah pribadi dan tanpa pembagian kelas. Pada tahap ini pendidikan Islam mempelajari ilmu-ilmu keislaman, sastra Islam, fiqih, dan lain-lain.

Kedua, pendidikan Islam dibangun untuk memenuhi kebutuhan pelajar dengan asramanya dan juga sebagai ajang pertemuannya ulama terkemuka. Pada tahap ini model pendidikan meniru daripada pendidikan Eropa, di mana pendidikannya ditekankan pada praktik dan berjejaring antarintelektual di seluruh dunia.

Ketiga, pendidikan Islam dijadikan sebagai mode organisasi dari pendidikan tinggi Islam di dunia, seperti terlihat sekarang yang menyerupai kampus-kampus Islam. Pendidikan-pendidikan Islam dijadikan satu rumpun untuk kemudian saling berbagi dan berafiliasi. Tiga tahap ini yang mengantarkan pendidikan Islam menemukan dunianya dan menjadikannya ia hidup hingga sampai sekarang.

Baca Juga  Ketika Bangsa Kita Darurat Tiga Pilar Harmoni Beragama; Toleransi, Literasi, dan Moderasi

Perkembangan

Sejarahnya, pendidikan Islam berdiri bukan seperti yang kita lihat sekarang. Pendidikan Islam dahulu, mulai dari modul dan bangunannya, hanya berdiri seperti khan atau masjid sebagai tempat yang digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar personal. Lambat laun, dibangun menyerupai bangunan ruko yang dikelola secara resmi (bisa dibilang penggabungan fungsi masjid dan khan), seperti yang terjadi di Baghdad yang bernama Nizamiyya.

Kemudian, sesuai perkembangan zaman, pendidikan Islam (di Indonesia disebut: madrasah) berdiri secara mandiri atau independen di berbagai tempat dan kota-kota besar, lewat dana wakaf atau dorongan dari pelbagai pihak seperti Sultan, Raja, wazir, ulama, dan orang-orang kaya. Dengan begini, maka keberlanjutan pendidikan Islam tetap hidup dan makin jaya. Namun, yang perlu diingat, pada periode ini, ia tetap masih bersifat personal, dan seringkali mengikuti apa “maunya para pemberi dana”.

Ochsenwald (2019) menyebut bahwa di pendidikan Islam siswanya dididik ke dalam keimanan mereka. Meski awalnya memang merupakan kuttab atau maktab (sekolah dasar atau pemula) di mana proses belajarnya dilaksanakan di masjid, namun pada tahap selanjutnya, pendidikan Islam ini menjadi pusat pembelajaran agama dan ilmu pengetahuan sekuler. Lebih jauh, pendidikan Islam ini juga menjadi tempat para pejabat mendidik menurut ortodoksi Muslim.

Di tahap inilah pendidikan Islam berkembang dan dianggap telah melampaui pada tahap yang bisa membawa anak didik melihat ragam pendidikan-ilmu pengetahuan. Di tahap ini juga kurikulum mulai dibenahi dengan memasukkan dan mengkontestasikan pelajaran seperti teologi, sains, sejarah, dan filsafat, serta bahasa, sastra, filologi, musik, dan pengajaran “adab”. Bisa dikatakan, seperti kata Mokhtar, (2010) bahwa madrasah merupakan pendidikan holistik umat Islam yang tidak terpisah antara pengetahuan sekuler dengan ilmu agama.

Baca Juga  Muslim Masuk Gereja, Bagaimana Hukumnya?

Pendidikan Islam

Pendidikan Islam di Indonesia tidak berbeda jauh dengan pendidikan di negara lainnya. Penyelenggaraan pendidikan mengacu pada bagaimana rakyat di setiap wilayah mendapatkan akses pendidikan professional dengan menghasilkan manfaat publik yang signifikan, seperti keuntungan dalam kesehatan masyarakat dan partisipasi demokrasi yang kuat.

Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia dilakukan secara gratis yang meliputi jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI)/Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs)/Sekolah Menengah Pertama (SMP). Prinsip pendidikan di atas, untuk mengasah dan memberikan kemampuan berpikir kritis yang mengacu pada penguatan keislaman. Sehingga, nantinya, adab dan norma-norma kesopanan menjadi nilai yang dimiliki oleh sebagian individual dan kemudian berkembang dalam harian masyarakat (Abowitz & Stitzlein, 2018).

Harapannya, secara luas dapat membuahkan tradisi-budaya yang ikut berpartisipasi dalam kepentingan publik agar ia menjadi pengaman sosial dan menjadi penakar ideologi ekstrem yang dipasokkan oleh sekolah-sekolah khilafah, yang hari ini berkembang pesat dalam negara-negara, utamanya muslim perkotaan.

Dengan demikian, sejarah dan performa pendidikan Islam di seluruh dunia, selain ingin mencerdaskan bangsa, juga diharapkan mampu meningkatkan toleransi, persatuan dan kesatuan di antara semua kelompok ras, agama dan utamanya menjadi pemelihara perdamaian terhadap dunia. Serta menjadi penangkal maraknya hijrah yang dijalankan di berbagai tempat strategis di Indonesia.

Agus Wedi

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *