Jalanhijrah.com- Tidak bisa dipungkiri bahwa narasi para kelompok moderat dalam membumikan pemahamaan toleransi untuk membendung perpecahan perbedaan yang dimiliki Indonesia, tidak semenarik pembahasan khilafah, radikalisme, jihad, hijrah, dan sejenisnya.
Apalagi secara tegas, kelompok khilafah tidak setuju dengan Islam washathiyah yang menjadi kelompok moderat kebanyakan. Bagi mereka, Islam washathiyah secara jelas terlalu lembek melihat berbagai perbedaan yang ada. Lebih jauh justru pemakluman semacam itu malah membuat kebablasan. Padahal segala hal harus sesuai tuntutan syariat, harus ada sumber. Yakni Al-Quran dan hadis.
Penolakan semacam itu tidak berhenti pada narasi yang ditulis. Melalui media sosial, mereka terus bergerilya dalam melakukan kampanye hijrah yang berkedok syar’i pada setiap gerakan. Akun media sosial, misalnya. Mereka memiliki great yang tinggi untuk menjangkau para millenial dalam menarik perhatian millenial untuk berlomba-lomba hijrah. Saya sedang tidak memiliki penyakit phobia terhadap Islam, atau simbol-simbol Islam yang digunakan oleh kelompok mereka. Namun, mari kita lihat geliat hijrah yang didengungkan oleh mereka.
Suatu waktu, saya mencoba stalking beberapa followers akun hijrah yang cukup interaktif dengan berbagai kegiatan dan kampanye hijrah yang terus massif dibranding melalu akun instagram pribadinya. Dengan followers yang tidak terlalu banyak, nyatanya sebagian dari mereka memiliki akun komunitas hijrah, dimana followersnya 100 kali lipat leboh banyak dibandingkan dengan followers akun pribadinya.
Dalam setiap akun pribadi, setidaknya mereka memiliki komunitas hijrah 2-3 komunitas. Semua komunitas tersebut, diikuti oleh lebih dari 10.000 pengguna instagram aktif yang melakukan interaksi secara aktif melalui akun instagram tersebut.
Bayangkan ketika 100 followers aktif mereka, membuat komunitas serupa melalui misi dan visi yang sama untuk menyebarkan ide khilafah yang menjadi konsen gerak mereka? Kita bisa meluangkan waktu yang cukup lama untuk melihat media sosial bagaimana ciamiknya pergerakan mereka untuk mendapatkan ruang dihati para millenial yang menghabiskan waktu banyak di media sosial. Ternak akun dengan berbagai kajian-kajian hijrah, serta konten yang menarik dan related dengan daily activity menjadikan akun tersebut sebagai referensi millenial yang haus kajian-kajian Islam.
Virus radikalisme bergentayangan
“Tidak ada hukum yang lebih baik dibandingkan dengan hukum Allah, siapalah manusia yang secara sembarangan menentang hukum Allah”. Kalimat sejenis ini sering kita dengar pada teman-teman hijrah, keompok khilafah dan sejenisnya. Namun, kalimat tersebut natanya memiliki dampak yang begitu besar jika kita melihat lihat dari perkembangan radikalisme di Indonesia.
Pada lembaga pendidikan misalnya. Dilansir dari detik.news, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Juli-Agustus 2021. Hasil penelitian yang dilakukan dengan metode mixed methods ditemukan, bahwa sebanyak 35 persen siswa di Bandung diduga terindikasi tipe radikal secara agama, yang terbagi atas 16 persen berkarakteristik radikal ISIS dan Al-Qaeda, 15 persen berkarakteristik dengan gerakan keagamaan garis keras secara fisik, 4 persen berkarakteristik radikal secara ideologi dan sebesar 2 persen diduga terindikasi paham radikal kriminal bersenjata.
Data tersebut belum seberapa jika melihat penjelasan diatas tentang strategi para kelompok khilafah yang bergerilya di media sosial dengan sangat cantik. Tidak hanya itu, Pada lembaga perguruan tinggi, beberapa universitas yang terpapar radikalisme keagamaan, diantaranya: Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Mataram.
Tantangan perguruan tinggi sebagai salah satu wadah pengembangan keilmuan, serta wadah untuk menyemai semangat nasionalisme pada penerus bangsa, nyatanya mendapat tantangan yang cukup serius ketika arus radikalisme terus bergentayangan.
Membendung arus radikalisme yang kian bergentayangan
Perjuangan kelompok moderat dengan Islam Washatiyah yang menjadi salah satu ide dan pegangan dalam relasi sosial keberagamaan dan kebangsaan, tidak boleh putus dengan berbagai ancaman yang mengintai. Upaya ini harus menjadi salah satu konsen yang terus dikampanyekan oleh kita sebagai bangsa, dan harus menjadi kesadaran para anak muda untuk melihat negara Indonesia sebagai satu kesatuan yang cukup kompleks dengan keanekaragaman yang dimiliki. Ketika ide ini terus dikampanyekan, namun disisi lain kelompok radikalisme semakin bergentayangan, bukankah lebih baik jika dibandingkan dengan tidak ada aksi sama sekali dari kita? Wallahu a’lam